Latest Post

Jakut Akan Miliki Jalur Sepeda Sepanjang 50 KM

Written By infopenjaringan on Selasa, 06 Maret 2012 | 05.16

INILAH.COM, Jakarta - Pemerintah Kota Administrasi, Jakarta Utara berencana membangun jalur sepeda sepanjang 50 km.

Hal itu diungkapkan Walikota, Jakarta Utara, Bambang Sugiyono. Menurut Bambang, rencana tersebut masih dalam pembahasan pihak-pihak terkait. "Kami masih membahasnya dan tinggal menunggu anggaran dari Dishub DKI Jakarta," kata Bambang.

Rencananya, jalur sepeda akan dibangun mulai dari Jalan Marina Raya, Jalan Mandala Permai, Jalan Pantai Indah Utara, Jalan Pluit Karang Barat, Jalan Pluit Karang Utara, Jalan Pluit Timur, Jalan Pluit Selatan, Jalan Gedong Panjang, Jalan Pakin, dan Jalam Lodan Raya.

Kemudian, Jalan Yos Sudarso, Jalan Tugu Utara, Jalan Cakung Cilincing (Cacing), Jalan Akses Marunda, serta jalur sepanjang Kali Banjir Timur (KBT). "Jalur sepeda ini nantinya akan menyambung dan menghubungkan ke Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat," katanya

Dijelaskannya, khusus jalur sepeda yang melintas di lokasi rawan kecelakaan, akan dibatasi dengan seperator. "Jalan Cacing dan Jl Yos Sudarso akan ada pelebaran jalan untuk pembangunan tol. Bila tol tersebut sudah jadi, nantinya truk kontainer akan langsung masuk ke pelabuhan Tanjungpriok tanpa mengganggu pengendara lainnya, khususnya sepeda, sehingga dapat meminimalisir kecelakaan," ungkapnya.[dit]

Harga Tanah di Pluit Naik 40%

JAKARTA - Selain daerah pusat dan selatan Jakarta, daerah di bagian utara seperti kawasan Pluit, saat ini juga marak pembangunan proyek properti. Mulai dari hunian, perkantoran, hingga produk retail, seperti mal dan pusat perbelanjaan lainnya.

Semakin banyak pengembang yang mengincar tanah di sana untuk membangun proyek dan kosumen yang juga gencar membeli atau berinvestasi properti di kawasan tersebut, menyebabkan terjadinya peningkatan harga tanah yang cukup signifikan.

"Di Pluit selama dua tahun ini harga tanahnyanya naik 30-40 persen. Bisa dilihat dari banyaknya pembangunan di sana dari berbagai sektor. Karena orang terus mencari lahan untuk membangun, sementara di daerah pusat Jakarta, sudah sangat sedikit. Bahkan kalau pun ada harganya sangat mahal," kata Senior Manager Research Kinght Frank Hasan Pamudji, saat berbincang dengan okezone, di Gedung HighEnd, Jakarta, Jumat (2/3/2012).

Menurutnya, hal tersebut merupakan tren yang terjadi saat ini. Di mana orang selalu mencari daerah-daerah baru yang masih memiliki lahan dan berpotensi untuk dikembangkan.

"Seperti saat ini yang banyak terjadi adalah, di kota-kota satelit seperti Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi dan lainnya yang menjadi penyangga Jakarta menjadi primadona baru bagi para pengembang," tuturya.

Selain lahan dan produk properti yang ditawarkan, infrastruktur dan fasilitas yang memadai di sebuah kawasan juga sangat mendukung maju atau tidaknya pengembangan di daerah yang bersangkutan.
(rhs)

Pulau Panggang, Saksi Kehebatan Pendekar Darah Putih

Selain menyimpan keindahan alam yang eksotik dan alami, keberadaan pulau-pulau yang terhampar di perairan teluk Jakarta ternyata memiliki sejarah panjang dengan keunikannya masing-masing. Salah satunya seperti Pulau Panggang. Ya, Pulau Panggang, salah satu pulau di Kecamatan Kepulauan Seribuutara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ternyata memiliki sejarah panjang dan heroik. Berbagai versi pun muncul melatarbelakangi asal muasal cerita Pulau Panggang. Sebagian besar masyarakat yang bermukim di pulau ini meyakini adanya cerita seorang ksatria yang lebih dikenal dengan sebutan, Pendekar Darah Putih. Kala itu, sang ksatria sempat terdampar di pulau tersebut yang saat ini bernama Pulau Panggang.

Masyarakat setempat meyakini terdapat dua versi mengenai Riwayat Pendekar Darah Putih. Cerita pertama, konon pendekar tersebut terdampar di Pulau Paniki yang letaknya tak jauh dari Pulau Panggang. Kala itu, warga setempat yang tengah mencari ikan menemukan sang pendekar tergeletak dengan kondisi tak sadarkan diri di pantai Pulau Paniki.

Sedangkan versi kedua menyebutkan, Pendekar Darah Putih berasal dari daerah Mandar, Sulawesi. Sedangkan kedatangannya di Pulau Panggang kala itu untuk mencari kerabatnya. "Warga sendiri menggambarkan kalau Pendekar Darah Putih adalah sosok lelaki gagah berani yang memiliki ilmu beladiri tinggi. Hal itu diketahui, setelah Pendekar Darah Putih bersama warga berhasil mengusir dan menangkap segerombolan perompak atau bajak laut yang waktu itu akan merampok harta benda warga Pulau Panggang," ujar Hamdi (33), Ketua Sanggar Apung Pulau Panggang, kepada beritajakarta.com, Rabu (29/2).

Sejarah Pendekar Darah Putih, dikatakan Hamdi, dimulai saat sang ksatria tersebut bertarung dengan belasan perompak atau bajak laut. Dalam pertarungan yang tidak berimbang itu, perompak berhasil melukai lengannya. Namun, dari luka tersebut, bukannya darah merah yang keluar, tetapi justru mengeluarkan darah berwarna putih. "Sejak saat itu, warga memberinya gelar Pendekar Darah Putih," kata Hamdi.

Menurut Hamdi, keberadaaan Pendekar Darah Putih ini berkaitan erat dengan nama Pulau Panggang. Dengan aksi heroiknya, Pendekar Darah Putih yang saat itu dibantu warga akhirnya berhasil mengalahkan gerombolan perompak, serta berhasil menawan tiga dari belasan perompak yang menyerangnya. "Pendekar ini mencari siasat dengan menyuruh warga membuat perapian (Pemanggangan), agar para perompak tersebut merasa kapok dan tidak kembali lagi," ucapnya.

Setelah membuat pemanggangan tersebut, api yang berkobar besar dari pemanggangan itu membuat nyali perompak menjadi ciut. Warga pun sempat berteriak agar para perompak itu dipanggang hidup-hidup. Kemudian salah seorang warga bersandiwara untuk berteriak kepanasan, seperti terbakar hingga teriakan terhenti seakan sudah meregang nyawa.

Mendengar teriakan itu, tawanan yang ditutupi matanya dengan sehelai kain pun merasa takut. Tawanan itu menganggap, salah satu rekannya telah tewas di atas pemanggangan terpanggang api. Sebab, tercium bau daging terbakar oleh para tawanan ini. Padahal bau itu berasal dari seekor kambing yang sengaja dibakar oleh Pendekar Darah Putih. "Setelah siasat itu selesai, dua perompak kemudian dilepas dan yang lainnya ditawan di suatu tempat yang tidak diketahui," ungkap Hamdi.

Berkat keberanian Pendekar Darah Putih, warga setempat akhirnya menamakan pemukimannya tersebut sebagai Pulau Panggang. Memang tidak ada yang mencatat perjalanan hidup Pendekar Darah Putih penyelamat Pulau Panggang ini. Namun, sebagian besar masyarakat Pulau Panggang secara turun temurun mempercayai riwayat tersebut dengan adanya batu nisan yang terdapat di Pulau Panggang, dan juga menjaga peninggalan makam kuno yang diyakini tempat
bersemayamnya sang pendekar tersebut. "Kami belum mengetahui tahun berapa muncul dan tewasnya Pendekar Darah Putih. Namun, saat itu, riwayatnya kira-kira bersamaan dengan periode zaman si Pitung," ungkapnya.

Hamdi juga mengungkapkan, pada tahun 1761, Pulau Panggang menjadi tempat perlintasan atau tempat persinggahan masyarakat yang akan menuju Pulau Paniki dan Pulau Sabira sebelum tiba di Batavia yang pada waktu itu masih dikuasai VOC. Pada tahun 1824, berdasarkan kartografi, pulau panggang telah berpenghuni. "Dulu pada tahun 1761 Pulau Panggang disebut juga Pulau Pangan, dan di tahun 1906 menjadi Pulau Long atau Pulau Panjang, dan pada tahun 1986 ditetapkan sebagai Kelurahan Pulau Panggang, tetapi meningkatnya status Kepulauan Seribu dari kecamatan menjadi kabupaten administrasi, Kelurahan Pulau Panggang disahkan kembali pada 27 Juli 2000 silam," kata Hamdi.

Peninggalan sejarah yang masih tampak kokoh dan terpelihara adalah gedung bertipe zaman kolonial yang kini dijadikan Kantor Kelurahan Pulau Panggang. Meski sudah mengalami renovasi, keaslian gedung yang diperkirakan dibangun pada tahun 1618 ini tetap dipertahankan hingga kini. "Menempati area seluas 62,10 hektar, Kelurahan Pulau Panggang kini dihuni sekitar 5.443 jiwa yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan," katanya.

Selain itu, terdapat juga makam-makam kuno yang diyakini masyarakat setempat sebagai makam Pendekar Darah Putih, Kapitan Saudin dan Kapitan Abdul Malik yang berasal dari Banten. "Makam-makam kuno itu juga merupakan bagian dari peninggalan sejarah panjang Pulau Panggang," tuturnya.

Bagi para wisatawan, yang ingin berkunjung ke Kelurahan Pulau Panggang tak perlu khawatir akan kesulitan mengunjunginya. Sebab, saat ini, Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan alat transportasi yang memudahkan para pengunjung menuju kawasan Kepulauan Seribu termasuk Pulau Panggang. Ya, Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan alat transportasi laut dari dermaga Pantai Marina Jaya Ancol dan Pelabuhan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara yang baru diresmikan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, Januari lalu.

Di Pantai Marina, disediakan transportasi berupa speedboat, sehingga waktu yang ditempuh akan lebih cepat. Sedangkan, di Pelabuhan Muara Angke terdapat kapal Lumba-Lumba atau Kerapu, dan kapal ojek atau kapal tradisional dengan tarif relatif lebih terjangkau dengan waktu tempuhnya yang lumayan panjang. Sedangkan jarak Pulau Panggang dari daratan Jakarta kurang lebih dapat ditempuh sejauh 74 kilometer.

Kawasan Masjid Keramat Semrawut

Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Keramat Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara telah dikenal lama sebagai kawasan wisata religi di wilayah Jakarta Utara. Selain masjid, terdapat pula makam Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus di kompleks masjid. Sayangnya, belakangan ini, kawasan tersebut tampak semrawut dan dipenuhi pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan dagangannya disembarang tempat. Belum lagi, sepeda motor yang terparkir di sembarang tempat menambah semrawut akses menuju kompleks masjid.

"Sekarang kawasan masjid menjadi semrawut. Karenanya, kami akan berbicara dengan pengurus maupun warga di sini agar lingkungan menjadi lebih tertata kembali," ujar Bambang Sugiyono, Walikota Jakarta Utara, usai menghadiri Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Keramat Luar Batang, Minggu (19/2).

Dikatakan Bambang, Masjid Keramat Luar Batang merupakan tempat bersejarah dan masuk dalam kategori cagar budaya DKI Jakarta serta termasuk salah satu tujuan wisata religi di wilayah Jakarta Utara. Untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya, dikatakan Bambang, pihaknya akan berupaya menata kawasan tersebut menjadi lebih baik dan bersih.

"Masjid ini kita ibaratkan mutiara dalam lumpur. Sebab, masjid ini tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat Indonesia, tetapi masyarakat dunia. Bahkan, bukan hanya muslim, tetapi non muslim juga banyak berkunjung ke sini hanya untuk berziarah dan melihat kebesaran Al Habib Husein bin Abubakar Alaydrus yang telah mensyiarkan agama Islam di tanah Betawi sejak 400 tahun lalu. Pemprov DKI Jakarta pun melestarikan masjid ini dengan menjadikannya sebagai cagar budaya," katanya.

Dituturkan Bambang, diperlukan parkir luas di kawasan ini untuk menampung kendaraan, khususnya bus yang membawa rombongan untuk ziara ke masjid ini. "Kami juga akan mengupayakan agar ada souvenir yang mencirikan khas masjid ini dan dikelola dengan baik demi menumbuhkan perekonomian warga sekitar," ucap Bambang.

Sebelumnya, ditambahkan Bambang, pihaknya juga telah mengangkat dan mempromosikan Masjid Keramat Luar Batang sebagai salah satu dari sekian banyak tujuan wisata di wilayah Jakarta Utara.

Ada Aksi Tolak Gubernur Penggusur di Kantor Foke

Written By infopenjaringan on Senin, 05 Maret 2012 | 22.32

Puluhan orang yang tergabung dalam Barisan Muda Pejuang Jakarta Raya (BANGJAYA) & Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) hari ini, Senin (5/3/2012) akan menggelar aksi di kantor Gubernur DKI Jakarta pukul 10.30 WIB

"Ini bentuk aksi kami menolak penggusuran, turunkan Walikota Jakut, turunkan Camat Penjaringan dan Gubernur Penggusur tak pantas dilanjutkan," tegas Lamen Hendra Saputra, Ketua umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) pada Tribunnews.com.

Lamen menjelaskan aksi ini berkaitan dengan penggusuran pada Kamis (23/2/ 2012) pukul 08.00 WIB di Lingkungan Pluit Karang Karya JU 31 Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara hingga menyebabkan 50 Kepala Kelurga Kehilangan tempat tinggal. "Kini 50 kepala keluaga ini nasibnya terkatung-katung karena penggusuran," tutup Lamen.

Warga Pluit Gencarkan Swadaya Bangun Jembatan

Written By infopenjaringan on Rabu, 22 Februari 2012 | 16.32


Infopenjaringan - Warga RW 01 dan 11 Kelurahan Pluit, Penjaringan melakukan pembangunan jembatan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM MPk). Warga gotong royong juga melakukan penggalangan dana pembangunan melalui swadaya masyarakat dan donatur.

Jembatan yang dibangun dilahan fasiltas umum Kelurahan Pluit dengan panjang 24 M dan lebar 2 M diperkirakan akan menghabiskan biaya Rp 210 juta.

"Saat ini pembangunan sudah mencapai 60 persen. Kami mengajak masyarakat RW 01 dan 11 serta warga sekitarnya untuk ikut mendukung pembangunan jembatan baik berupa materi maupun material," kata H. Fayumi Naning, Ketua Panitia pembangunan jembatan PNPM MPk kepada jakartautara.com, Rabu (15/2/2012).

Koordinator Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) Bawal Putih Pluit, Masyur, mengatakan sebelumnya kondisi jembatan sangat memprihatinkan dan membahayakan keselamatan warga. "Pembangunan jembatan sesuai dengan aspirasi masyarakat melalui RT dan RW serta LKM, TPP RW, KSM dan pihak Kelurahan," ucapnya.

Sementara itu, Lurah Pluit, Tahta Yujang, membenarkan adanya aktivitas warga dalam pembangunan jembatan yang dibiayai PNPM MPk dan swadaya masyarakat.

"Kami juga menghimbau agar warga dapat berpartisipasi agar pembangunan jembatan cepat selesai. Karena dengan dibangunnya jembatan tersebut dapat mempercepat akses transportasi, mengatasi kemacetan dan memperlancar saluran air dibawahnya," jelas Tahta. (min)

Sejarah Jakarta Utara

Wilayah Jakarta Utara yg merupakan bagian dari pemerintah daerah Khusus Ibukota Jakarta, ternyata pada abad ke 5 justru merupakan pusat pertumbuhan pemerintah kota Jakarta yg tepatnya terletak dimuara sungai Ciliwung di daerah Angke. Saat itu muara Ciliwung merupakan Bandar Pelabuhan Kerajaan Tarumanegara dibawah pimpinan Raja Purnawarman. Betapa penting wilayah Jakarta Utara pada Saat itu dapat dilihat dari perebutan silih berganti antara berbagai pihak, yang peninggalannya sampai kini dapat ditemukan dibeberapa tempat di Jakarta Utara, seperti Kelurahan Tugu, Pasar Ikan dan lain sebagainya.
Untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, pada bulan Agustus 1966 di DKI Jakarta dibentuk beberapa “Kota Administrasi”. Berbeda dengan kota Otonom yang dilengkapi dengan DPRD Tk. II, maka kota-kota Administrasi di DKI Jakarta tidak memiliki DPRD Tk II yang mendampingi Walikota. Berdasarkan Lembaran Daerah No. 4/1966 ditetapkanlah Lima wilayah kota Administratif di DKI Jakarta, yaitu : Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan & Jakarta Utara,yang dilengkapi dengan 22 Kecamatan dan 220 Kelurahan. Pembentukan Kecamatan dan Kelurahan ini didasarkan pada asas Teritorial dengan mengacu pada jumlah penduduk yaitu 200.000 Jiwa untuk Kecamatan, 30.000 Jiwa Kelurahan perkotaan dan 10.000 Jiwa Kelurahan pinggiran.

Setelah Pelantikan para Walikota dan Wakil-wakilnya berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1b/3/1/2/1966 tanggal 22 Agustus 1966, maka Gubernur DKI Jakarta dalam Lembaran Daerah No. 5/1966 menetapkan 5 kota Administrasi lengkap dengan wilayah dan Batasnya masing -masing terhitung mulai 1 September 1966. Prinsip Dekonsentrasi yang digariskan gubernur Dalam pembentukan Kota-kota Admnistrasi ini memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab kepada Walikota dalam 3 Penergasan, yaitu :

Teknis Administratif yaitu Setiap Pelakasanaan tugas yang menyangkut segi teknis.
Teknis Operasional yaitu penentuan kebijakan pelaksanaan tugas (Policy Executing, bukan Policy Making)
Koordinatif Teritorial yaitu pemimpin pengkoordinasian dari segala gerak langkah potensi yang ada dalam wilayah setempat.
Dengan tiga penegasan ini maka kedudukan pemerintah ditingkat kota adalah semata-mata merupakaan verlengstruk dan alat pelaksana dari Gubernur Kepala Daerah yang diwujudkan dalam proses penyempurnaan administrasi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kelancaran roda pemerintahan. Sesuai dengan kedudukannya, manajemen pemerintahan ditingkat kota didasarkan pada delegasi wewenang yang dilimpahkan oleh Gubernur KDH dalam melaksanakan tugas-tugas eksekutif Pemerintah Daerah. Wewenang dan tanggung jawab Walikota dengan demikian bukan figur politik, melainkan figur teknis.

UU No. 11/1990 menetapkan wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi Lima Wilayah Kotamadya yang tetap tanpa dilengkapi DPRD Tingkat II. Dengan demikian kedudukan Walikotamaya, Camat dan Lurah yang ada di DKI Jakarta semata-mata merupakan Pembantu dan alat Pelaksanaan Gubernur KDH. Dengan UU ini istilah Kota Administratif yang ada di DKI Jakarta berubah menjadi Kotamadya, dan salah satu kotamadya itu adalah Kotamadya Jakarta Utara.

Label 3

Kegiatan

Label 1

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. INFO PENJARINGAN - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger